PERKEMBANGAN
INTELEKTUAL ANAK KELAS AWAL SD
1.
Pengertian
intelektual dan intelegensi
Istilah kecerdasan itu
diturunkan dari kata intelegenci. Intelegenci merupakan suatu kata yang
memiliki makna sangat abstrak. Gardner(1983) menegaskan bahwa intelegensi
seharusnya didefenisikan sebagai seperangkat kemampuan untuk memproses operasi
yang memungkinkan individu mampu memecahkan masalah, menciptakan produk,
menemukan pengetahuan yang baru selama dalam kegiatan yang bermuatan nilai
secara cultural.
Istilah intelengensi telah banyak digunakan,
terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara defenitif
istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang intelegensi, seperti
yang dikemukan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia
mengajukan beberapa rumusan intelegensi sebagai berikut :
(1) Intelegensi
merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu
pengetahuna dan mengamalkan ilmu teserbut dalam hubungannya dengan lingkungan
dan masalah-masalah yang timbul.
(2) Intelegensi
adalah suatu bentuk tingkah laku terntentu yang tampil dalam kelancaran tingkah
laku.
(3) Intelegensi
meliputi pengelaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnuya pengertian dan
tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakan secara efektif.
(4) William
stern mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berfikir.
(5) Binet
berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui
keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu
banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut
berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
Wechler (1958) merumuskan
intelegensi sebagai”keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak
secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara
efektif.
Rumusan-rumusan tersebut
mengungkapkan bahwa makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan
yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang
dalam berfikir dan atau bertindak
Menurut English &
english dalam bukunya “A Comprehhensive Dictornary of Psycological and
psycological Terms”,istilah intellect berarti antara lain : (1) Kekuatan mental
dimana dapat berfikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama
untuk yang berkenaan dengan berfikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan
memahami); (3) kecakapan yang tinggi untuk berfikir, (dibandingkan dengan
intellegence. Intellegence = intellect)
Menurut kamus Webster New World
Distionary the American Languange, istilah intellect berarti :
(1) Kecakapan untuk berfikir, mengamati atau
mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan dan
sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan.
(2) Kecakapan
mental yang besar, sangat intellengence, dan
(3) Pikiran
atau ineteligensi
2.
Kateristik
perkembangan intelektual
Karakterisyik yang
menggambarkan intelegensi yaitu kemampuan di bidang linguistic,
logika-matematik, music, keruangan, kinestik-motorik, interpersonal dan
intrapersonal.
Intelegensi pada masa
remaja tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan
perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan
perkembangan kemampuan hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan teratur.
Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada
awal masa remaja, kira-kira umur 12 tahun, anak berada pada masa yang
disebut”masa operasi formal”(berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah
berfikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin” di samping hal yang nyata
(real) (Gleitman,1986:475-476). Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir
abstrak dan hipotek. Dalam berfikir operasional formal setidak-tidaknya
mempunyai dua sifat yang penting, yaitu :
a. Sifat
Deduktif Hipitesis
Dalam menyelesaikan masalah, seorang remaja akan
mengawalinya dengan teorik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara
penyelesaian hipotesis yang mungkin . pada dasarnya pengajuan hiptesis itu
menggunakan cara berfikir induktif di samping deduktif, oleh sebab itu dari
sifat analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian.
Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan
pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang disebut proporsi-proporsi,
kemudian mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda tadi. Berhubungan
dengan itu maka berfikri operasioanl juga disebut proporsional.
b. Berfikir
Operasional jga Berfikir Kombinations
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama
dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Misalnya anak diberi
lima buah gelas caiaran tertentu. Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan
tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini.
Seorang remaja yang dengan kemampuan intelegensi
terletak di bawah normal atau nilai IQ kurang dari 90% tidak akan mencapai
taraf berfikir yang abstrak.
Seorang
remaja dengan kemampuan berfikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau
kebudayanan yang tidak menrangsang cara berfikir, misalnya tidak adanya
kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi kesekolah tetap tidak adanya
fasilitas yang di butuhkan, maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai
pada taraf berfikir abstrak.
3.
Klasifikasi
intelegensi
Para ahli psikologi telah mengembangkan berbagai
alat ukur (tes intelegensi) untuk menyatakan tingkat kemampuan berfikir atau
intelegensi seseorang. Salah satu tes intelegensi yang terkenal adalah tes yang
dikemukakan Oleh Alferd Binet (1857-1911). Binet seorang ahli jiwa (psycolog)
prancis, merintis mengembangkan tes intelegensi yang agak umum. Tes Binet ini
disempurnakan olehTheodore Simon, sehingga tes tersebut dikenal dengan sebutan
“Test Binet Simon”. Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam angka, yang
menggambarkan perbandingan antara umur dan kemampuan mental atau kecerdasan
(mental age disingkat MA) dan umur kalender (chronological age disingkat CA).
Pengukuran tingkat intelegensi dalam bentuk perbandingan diajukan oleh William
Sterm (1871-1939), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman, dan sebutan
intelegence Quantient yang disingkat IQ artinya perbandingan kecerdasan, Rumus
perhitungan yang diajukan adalah:
IQ =
x 100
Apabila tes tersebut
diberikan kepada anak umur tertentu dan ia dapat menjawab dengan betul
seluruhnya, berarti umur kecerdasannya (MA) sama dengan kalender (CA), maka
nilai IQ yang didapat anak itu sama dengan 100, nilai ini menggambarkan
kemampuan seorang anak normal. Nilai ini menggambarkan kemampuan seorang anak
normal. Anak yang berumur, misalnya 6 tahun hanya dapat menjawab tes anak umur
5 tahun, akan didapati nilai IQ di bawah 100 dan ia dinyatakan sebagai anak
berkemampuan di bawah normal. Sebaliknya bagi anak umur 5 tahun tetapi telah
dapat menjawab dengan benar tes diatas 100, dan ia dikatakan sebagai anak yang
cerdas.
Pada usia remaja, IQ dihitung
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari sebagai soal
(hitung, kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan menghitung berapa
banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian membandingkan
dengan sebuah daftar (yang dibuat
berdasarkan penelitian yang terpercaya). Dengan cara itu didapatkan nilai IQ
orang yang bersangkutan. Untuk anak-anak cara menghitung IQ adalah dengan
menyruh anak untuk melakukan pekerjaan tertentu dan menjawab pertanyaan
tertentu (misalnya menghitung sam 10 atau 100, menyebutkan nama-nama hari atau
bulan, membuka pintu dan menutupnya kembali, dan lain-lain) jumlah pekerjaan
yang bisa dilakukan anak kemudian dicocokkan dengan suatu daftar untuk
mengetahui umur mental (MA) anak. Makin banyak yang bisa atau dikerjakan dengan
betul, ,makin tinggi usia mentalnya. Dengan menggunakan rumus diatas, ,maka dapat
diemukan nilai IQ anak.
Secara
konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang
dikembangkan oleh Binet dan Simon, diaqntaranya:
1. Reterdasi
mental yang meliputi idiot dengan IQ 30 ke bawah
Embisil
dengan IQ 31-50
Debil
dengan IQ 51-70
2. Slow-learner
dengan IQ 71-90
3. Normal(rata-rata)
dengan IQ 91-110
4. Rapid-learner
dengan IQ 111-130
5. Gifted
dengan IQ 131 ke atas
4.
Faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhi perkembangan intelektual
Pandangan
pertama yang mengakui bahwa intelegensi itu adalah faktor bakat, dinamakan
aliran Nativisme, sedangkan pandangan kedua yang mengnyatakan bahwa intelegensi
itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran emperisme.
Dalam
hubungannya dengan perkembangan intelegensi/kemampuan berfikir remaja, ada yang
berpandangan bahwa adalah keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang
walaupun perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan.
Menurut Andi Mappoari (1982:80) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan
intelektual itu antara lain :
(1) Bertambahnya
informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir
reflektif.
(2) Banyaknya
pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah dengan seseorang dapat
berfikir proporsional.
(3) Adanya
kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun
hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah pendapat secara
keseluruhan, dan menjang keberanian anak memecah masalah dan menarik kesimpulan
yang baru dan benar.
Tiga
kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan
intelegensi, yakni :
(1) Fungsi
intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis
(2) Bertambahnya
usia menyebabkan berkembangnya sturuktur intelegensi baru, sehingga pengaruh
pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif.
Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan
intelegensi seseorang tidak dapat
diukur. IQ adalah suatu yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira kerena
selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual
dan siotuasional.
a.
Peranan pengalaman dari
Sekolah Terhadap Intelegensi
Sejauh mana pengalaman sekolah
meningkatkan intelegensi anak ? penelitian tentang pengaruh tanaman indria
terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi.
Rata-rata tingkat IQ asala mereka adalah diatas 110. Mereka mengalami
prasekolah sebelum Sekolah Dasar, menunjukkan perbedaaan kemajuan atau
“gained”, dalam rata-rata IQ mereka lebih besar dari pada mereka yang tidak
mengalami prasekolah. Perbedaan kemajuan nilai rata-rata IQ bagi mereka yang
baru satu tahun saja belajar (bersekolah pada prasekolah) adalah sebesar 5,4
skala IQ per seorang siswa. Angka ini jauh lebih tinggi dari pada siswa-siswa
yang tidak memasuki prasekolah sebelumnua, yaitu menunjukkan rata-rata hanya
mengalami perubahan nilai IQ sebesar 0,5 skala IQ perseorang siswa. Perubahan
ini akan menjadi lebih tinggi bila mereka lebih lama bersekolah pada prasekolah.
Siswa-siswa yang selama dua atau tiga tahun belajar di prasekolah, menunjukkan
kenaikan perkembangan intelegensinya masing-masing sebesar 10,5 skala IQ.
Dengan demikian, pengalaman yang dipengaruhi disekolah menyumbang secara
positif terhadap peningkatan IQ anak.
b. Pengaruh
Lingkungan Terhadap Perkembangan Intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti lingkungan
terhadapa perkembangan intelegensi cukup besar, seperti telah dibuktikan
berbagai koerdasi IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan belajar terhadap
perkembangan intelegensi
Apabila anak kembar satu telur (twins)
diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, IQ mereka akan lebih mirip sama di
bandingkan dengan apabila mereka diasuhj terpisah oleh lingkungan berbeda.
Dengan juga bila dijumlahkan anak berbeda dipelihara bersama dalam lingkungan
yang sama. Terdapat korelasi yang cukup bermakna (+0,20) antara IQ mereka.
Kesimpulannya adalah, dalam kasus tidak terdapat hubungan genetik, tetapi
hasilnya menunjukana bahwa kesemaan IQ adalah kerena kesamaan pengalaman
belajar dari lingkungan yang sama.
Studi
penting lainnya dilakukan oleh Garber dan Ware (1970) (Rocman Natawijaya) dan
M.Musa, 1992:45) yang berhubungan antara “kualitas lingkungan rumah anak “ dan
perkembangan “intelegensi”anak. Hubungan keduanya ditemukan dalam bentuk
korelasi sebesar +0,43. Dengan menggunakan instrument Human Enviroment (HER),
sebanyak 133 lingkungan rumha dikunjungi. Kesimpulannya adalah tinggi juga IQ
anak. Penelitian ini menemukan tiga unsur penting dalam keluarga yang akamat
berpengaruh, yaitu :
a. Jumlah
buku,majalah,dan materoi belajar lainnya yang terdapat dalam lingkungan
keluarga.
b. Jumlah
ganjaran dan pengakuan yang diterima
anak dan orang tua atas prestasi akademiknya.
c. Harapan
orang tua akan prestasi akademiknya.
d. Harapan
orang tua akan prestasi akademik anaknya.
Disamping itu, variasi dalam stimulasi adalah
bagian penting dan lingkungan dan belajhara untuk perkembangan intelegensi
anak. Bila pengalaman awal masa kanak-kanak banyak diisi dengan variasi dalam
melihat, meraba, dan mendengar, maka perkembangan berikutnya akan ditunjang
oleh kemauanan yang selalu menginginkan variasi dalam melihat, mendengar dan
meraba. Kapasitas ini menjadi kunci bagi perkembangan kognitif anak. Pengalaman
yang dapat pada awal pertumbuhan menurut
Bloom, adalah kunci untuk mencapai perkembangan intelegensi pengalaman yang lampau terutama dari rumah,
merupakan unsur lingkungan yang amat menentukan bagi perkembangan intelektual.
Karena itu tampakanya sangat tidak bijaksana bila orang bersikapa deterministik
terhadapa keadaan intelegensi. Banyak bukti-bukti yang menunjukkna bahwa
tingkahlaku orang juga tingkah laku intelegensi tidak seluruhnya ditentukan ada
kemungkinan-kemungkinan untuk dapat dipengaruhi.
5.
Masalah-masalah
yang mungkin Muncul dalam perkembangan intelektual.
Perbedaan
individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek
Seperti diketahui, manusia itu berbeda
satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang intelegensinya. Intelegensi itu
sendiri oleh David Wecher (1958) didefinisikan sebagai “keseluruhan kemampuan
individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”
Nilai IQ dihasilkan dari pengukuran
intelegensia pada anak umur tertentu akan menghasilakan sebaran nilai yang membentuk
sebaran normal (normal disribution) dengan rata-rata 100 dan simpangan baku 15.
Sebaran nila IQ tersebut menunjukkan adanya
perbedaan individual tentang kemampuan berfikirnya, tiap-tiap orang tidak sama.
Pengukuran IQ seperti yang dilakukjan oleh Wechler
dan Bellevue tersebut di atas diarahkan pada satu teori bahwa ada yang
dinamakan faktor umum (general faktor) pada intelegensi itu. General faktor
inilah yang diukur dengan IQ tersebut. Dengan demikian, orang yang berIQ 120,
misalnya akan berpenampilan sama dengan orang-orang yang berIQ 120 juga. Kalau
ada perbedaan maka hal itu disebabkna oleh faktor-faktor lain diluar
intelegensi, seperti : minat,pengalaman, sikap dan sebagainya.
Spearman menyatakan bahwa di samping faktor
umum (general faktor & G-faktor) ada juga faktor khusus (special faktor
& S-faktor) di dalam intelegensi sendiri. Faktor khusus inilah yang
menyebabkan orang-orang yang berIQ sama. Yang seorang lebih terampil dalam
bidang angka-angka sehingga ia menjadi ahli matematika, sedangkan seorang yang
lain lebih fasih dalam kemampuan lisan sehingga ia menjadi ahli bahasa
(Sarlito,1991;79).
Sarjana lain, seperti Thustone, mengatakan
bahwa faktor umum itu tidak ada, yang ada hanya sekolompok faktor khusu yang
diberikan nama kemampuan Mental Primer yang terdiri dari 7 faktor yaitu :(i)
kemampuan verbal (verbal comprehention), (ii) kemampuan angka-angka (numerical
ability), (iii) tilikan keruangan, (iv) kemampuan pengindraan, (v) ingatan,
(vi) penalaran dan (vii) kelancaran berbahasa.
Menurut Piagent, intelegensi mempunyai beberapa
sifat :
·
Intelegensi adalah
interaksi aktif dengan lingkungan
·
Intelegensi meliputi
stuktur organisasi perbuatan dan pikiran, dan interaksi yang bersangkutan
antara individu dan lingkungannya.
·
Struktur tersebut dalam
perkembangannya mengalami perubahan kualitatif.
·
Dengan bertambahnya
usia, penyesuaian diri lebih mudalh karean proses keseimbangan yang bertambaha
luas.
·
Perubahan keualitatif
pada lingkungan intelegensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian
tertentu.
Sebagai kesimpulan dari berbagai
pendekatan/teori psilogis yang telah dikemukan, menunjukkan bahwa intelegensi
itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama persis
kualitas IQ-nya
·
usaha-usaha
dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses pembelajaran.
Menurut Poaget sebagian besar anak usia remaja
mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut
Bruner, siswa pada usia ini belajar menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan
cara yang semakin canggih. Guru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan
selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses (discovery approach) dan
dengan memberi pendekatan pada penguasaan konsep-konsep dan abstrak-abstrak.
Karena siswa usia remaja ini masih dalam proses
penyempuarnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai anggapan bahwa mereka
berfikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita hendaknya tetap waspada
terhadap dengan cara para siswa mengintropeksi ide-ide mereka dalam kelas,
dengan memberikan kesempatan untuk mengadakan diskusi secara baik dan dengan
memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
Juga, kita hendaknya mengamati
kecendrungan-kencendrungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang
tidak terkendali. Agaknya cara yang dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran
yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa merekan telah melupakan
pertimbangan-pertimbangan tertentu tetapi bila permasalahan-permasalahan
tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam ,
memang bukan merupakan tugas yang mudah.
Pada usia ini para remaja mendekati efisiensi
intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi pengetahuan
merekan dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa yang diketahui. Karena banyak
hal yang dpat dipelajari hanya melalui pengalaman, para siswa mungkin mengalami
kesulitan dalam menangkap dan memahami sepenuhnya emosi-emosi yang dilukiskan
dalam novel-novel, drama-drama dan puisi-puisi. Karena itu pada tingkatan ini
diperlukan metode diskusi dan informasi untuk menentukan kedalaman pengertian
siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretrasio tentang
konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskna konsep-konsep tersebut
dengan sabar, simptik dan dengan hati terbuka bukan dengan jalan marah-marah
atau tidak bisa menerima kesalahan-kesalahan siswa.
Mesikpun rentangan perhatian para siswa dapat
sangat lama, masih ada kecendrungan untuk melamun. Kecendrungan berfantasi dan
“memimpikan hal-hal yang agung/serba gabus” dapat saja terjadi karena siswa
kurang mempunyai pengalaman dalam hal-hal yang nyata/kenyataan hudup dan juga
kerena kesempatan untuk mengadakan penjelajahan dalam fantasi terbatas. Guru
hendaknya memberikan tugas-tugas yang menantang imajinasi dengan bermacam-macam
cara. Guru dapat menyajikan teka-teki yang menarik dan menantang rasa ingin
tahu atu problem-problem daripada latihan-latihan yang membosankan. Misalnya
guru dapta memberi tugas menulis dengan topik “macan binatang yang saya inginkan
jika adalah reinkarnasi,” dari judul “Binatang kesenangan saya”, atau judul :
“jenis-jenis pekerjaan yang dinginkan serta faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut” dan sebagainya.
Kebudayaan remaja atau “teen-age culture” perlu
di perhatikan. Popularitas sosial mendapat penghargaan yang lebih tinggi
daripada study akademis. Kalau begitu bagaimana cara membangkitkan minat remaja
terhadap pendidikan intelektual ?.
Motivasi untuk belajar sering diusahakan
melalui angka-angka, kenaikan kelas dan ujian-ujian. Hingga dimanakah cara-cara
seperti itu mampu memupuk minat yang bekepanjanan terhadap pelajaran? Untuk
jangka pendek mudah dibandingkan minat dengan berbagai alat audio visual pada
siswa yang sudah biasa menonton saja secara pasif. Yang perlu diusahakan adalah
timbulnya minat jangka panjang yang bersifat intriksik. Menimbulkan minat
serupa itu di tengah-tengah masyarakat yang menyajikan rangsangan yang lebih
menarik bagi siswa seperti tontonan, permainan, dan bentuk rekreasi lain
sungguh-sungguh merupakan suatu tantangan. Untuk itu,kita usahakan agar bahan
pengajaran itu sendiri mempunyai nilai intriksik, mengandung nilai atau makna
bagi remaja. Kita berusaha agar dalam proses belajar mengajar para siswa turut
terlibat secara aktif. Untuk itu kesempatan kepada mereka untuk menentukan
sendiri. Pendekatan semacam itu kita kenal sebagai pendekatan keterampilan
proses atau metode penemuan dari inkuiri.
Daftar
pustaka
1. perkembangan
belajar peserta didik: drs. H. isjoni, msi pekanbaru Riau fakultas keguruan dan
ilmu pendidikan universitas Riau 2004
2. psikologi
pendidikan dengan pendekatan baru : muhibbin syah, M.Ed: PT remaja rosdakarya :
bandung 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar