Jumat, 12 Juni 2015

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL ANAK KELAS AWAL SD



PERKEMBANGAN INTELEKTUAL ANAK KELAS AWAL SD

1.      Pengertian intelektual dan intelegensi
Istilah kecerdasan itu diturunkan dari kata intelegenci. Intelegenci merupakan suatu kata yang memiliki makna sangat abstrak. Gardner(1983) menegaskan bahwa intelegensi seharusnya didefenisikan sebagai seperangkat kemampuan untuk memproses operasi yang memungkinkan individu mampu memecahkan masalah, menciptakan produk, menemukan pengetahuan yang baru selama dalam kegiatan yang bermuatan nilai secara cultural.
Istilah intelengensi telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara defenitif istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang intelegensi, seperti yang dikemukan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumusan intelegensi sebagai berikut :
(1)   Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuna dan mengamalkan ilmu teserbut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
(2)   Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku terntentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
(3)   Intelegensi meliputi pengelaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnuya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakan secara efektif.
(4)   William stern mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berfikir.
(5)   Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai”keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Rumusan-rumusan tersebut mengungkapkan bahwa makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berfikir dan atau bertindak
Menurut English & english dalam bukunya “A Comprehhensive Dictornary of Psycological and psycological Terms”,istilah intellect berarti antara lain : (1) Kekuatan mental dimana dapat berfikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk yang berkenaan dengan berfikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); (3) kecakapan yang tinggi untuk berfikir, (dibandingkan dengan intellegence. Intellegence = intellect)
Menurut kamus Webster New World Distionary the American Languange, istilah intellect berarti :
(1)    Kecakapan untuk berfikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan.
(2)   Kecakapan mental yang besar, sangat intellengence, dan
(3)   Pikiran atau ineteligensi

2.      Kateristik perkembangan intelektual
Karakterisyik yang menggambarkan intelegensi yaitu kemampuan di bidang linguistic, logika-matematik, music, keruangan, kinestik-motorik, interpersonal dan intrapersonal.
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya 3-4 tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada awal masa remaja, kira-kira umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut”masa operasi formal”(berfikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berfikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin” di samping hal yang nyata (real) (Gleitman,1986:475-476). Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir abstrak dan hipotek. Dalam berfikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu :
a.       Sifat Deduktif Hipitesis
Dalam menyelesaikan masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan teorik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin . pada dasarnya pengajuan hiptesis itu menggunakan cara berfikir induktif di samping deduktif, oleh sebab itu dari sifat analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal. Anak lalu mengajukan pendapat-pendapat atau prediksi tertentu, yang disebut proporsi-proporsi, kemudian mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda tadi. Berhubungan dengan itu maka berfikri operasioanl juga disebut proporsional.
b.      Berfikir Operasional jga Berfikir Kombinations
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Misalnya anak diberi lima buah gelas caiaran tertentu. Suatu kombinasi cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak diminta untuk mencari kombinasi ini.
Seorang remaja yang dengan kemampuan intelegensi terletak di bawah normal atau nilai IQ kurang dari 90% tidak akan mencapai taraf berfikir yang abstrak.
Seorang remaja dengan kemampuan berfikir normal tetapi hidup dalam lingkungan atau kebudayanan yang tidak menrangsang cara berfikir, misalnya tidak adanya kesempatan untuk menambah pengetahuan, pergi kesekolah tetap tidak adanya fasilitas yang di butuhkan, maka remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf berfikir abstrak.

3.      Klasifikasi intelegensi
Para  ahli psikologi telah mengembangkan berbagai alat ukur (tes intelegensi) untuk menyatakan tingkat kemampuan berfikir atau intelegensi seseorang. Salah satu tes intelegensi yang terkenal adalah tes yang dikemukakan Oleh Alferd Binet (1857-1911). Binet seorang ahli jiwa (psycolog) prancis, merintis mengembangkan tes intelegensi yang agak umum. Tes Binet ini disempurnakan olehTheodore Simon, sehingga tes tersebut dikenal dengan sebutan “Test Binet Simon”. Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam angka, yang menggambarkan perbandingan antara umur dan kemampuan mental atau kecerdasan (mental age disingkat MA) dan umur kalender (chronological age disingkat CA). Pengukuran tingkat intelegensi dalam bentuk perbandingan diajukan oleh William Sterm (1871-1939), seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman, dan sebutan intelegence Quantient yang disingkat IQ artinya perbandingan kecerdasan, Rumus perhitungan yang diajukan adalah:
   IQ =  x 100
Apabila tes tersebut diberikan kepada anak umur tertentu dan ia dapat menjawab dengan betul seluruhnya, berarti umur kecerdasannya (MA) sama dengan kalender (CA), maka nilai IQ yang didapat anak itu sama dengan 100, nilai ini menggambarkan kemampuan seorang anak normal. Nilai ini menggambarkan kemampuan seorang anak normal. Anak yang berumur, misalnya 6 tahun hanya dapat menjawab tes anak umur 5 tahun, akan didapati nilai IQ di bawah 100 dan ia dinyatakan sebagai anak berkemampuan di bawah normal. Sebaliknya bagi anak umur 5 tahun tetapi telah dapat menjawab dengan benar tes diatas 100, dan ia dikatakan sebagai anak yang cerdas.
Pada usia remaja, IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari sebagai soal (hitung, kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian membandingkan dengan sebuah daftar  (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya). Dengan cara itu didapatkan nilai IQ orang yang bersangkutan. Untuk anak-anak cara menghitung IQ adalah dengan menyruh anak untuk melakukan pekerjaan tertentu dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya menghitung sam 10 atau 100, menyebutkan nama-nama hari atau bulan, membuka pintu dan menutupnya kembali, dan lain-lain) jumlah pekerjaan yang bisa dilakukan anak kemudian dicocokkan dengan suatu daftar untuk mengetahui umur mental (MA) anak. Makin banyak yang bisa atau dikerjakan dengan betul, ,makin tinggi usia mentalnya. Dengan menggunakan rumus diatas, ,maka dapat diemukan nilai IQ anak.
            Secara konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang dikembangkan oleh Binet dan Simon, diaqntaranya:
1.      Reterdasi mental yang meliputi idiot dengan IQ 30 ke bawah
Embisil dengan IQ 31-50
Debil dengan IQ 51-70
2.      Slow-learner dengan IQ 71-90
3.      Normal(rata-rata) dengan IQ 91-110
4.      Rapid-learner dengan IQ 111-130
5.      Gifted dengan IQ 131 ke atas

4.      Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi perkembangan intelektual
            Pandangan pertama yang mengakui bahwa intelegensi itu adalah faktor bakat, dinamakan aliran Nativisme, sedangkan pandangan kedua yang mengnyatakan bahwa intelegensi itu dapat dipengaruhi oleh lingkungan dinamakan aliran emperisme.
            Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi/kemampuan berfikir remaja, ada yang berpandangan bahwa adalah keliru jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Andi Mappoari (1982:80) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelektual itu antara lain :
(1)   Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berfikir reflektif.
(2)   Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah dengan seseorang dapat berfikir proporsional.
(3)   Adanya kebebasan berfikir, menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah pendapat secara keseluruhan, dan menjang keberanian anak memecah masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Tiga kondisi di atas sesuai dengan dasar-dasar teori Piaget mengenai perkembangan intelegensi, yakni :
(1)   Fungsi intelegensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis
(2)   Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya sturuktur intelegensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif.
Wechsler berpendapat bahwa keseluruhan intelegensi  seseorang tidak dapat diukur. IQ adalah suatu yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira kerena selalu dapat terjadi perubahan-perubahan berdasarkan faktor-faktor individual dan siotuasional.
a.         Peranan pengalaman dari Sekolah Terhadap Intelegensi
Sejauh mana pengalaman sekolah meningkatkan intelegensi anak ? penelitian tentang pengaruh tanaman indria terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi. Rata-rata tingkat IQ asala mereka adalah diatas 110. Mereka mengalami prasekolah sebelum Sekolah Dasar, menunjukkan perbedaaan kemajuan atau “gained”, dalam rata-rata IQ mereka lebih besar dari pada mereka yang tidak mengalami prasekolah. Perbedaan kemajuan nilai rata-rata IQ bagi mereka yang baru satu tahun saja belajar (bersekolah pada prasekolah) adalah sebesar 5,4 skala IQ per seorang siswa. Angka ini jauh lebih tinggi dari pada siswa-siswa yang tidak memasuki prasekolah sebelumnua, yaitu menunjukkan rata-rata hanya mengalami perubahan nilai IQ sebesar 0,5 skala IQ perseorang siswa. Perubahan ini akan menjadi lebih tinggi bila mereka lebih lama bersekolah pada prasekolah. Siswa-siswa yang selama dua atau tiga tahun belajar di prasekolah, menunjukkan kenaikan perkembangan intelegensinya masing-masing sebesar 10,5 skala IQ. Dengan demikian, pengalaman yang dipengaruhi disekolah menyumbang secara positif terhadap peningkatan IQ anak.
b.      Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti lingkungan terhadapa perkembangan intelegensi cukup besar, seperti telah dibuktikan berbagai koerdasi IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan belajar terhadap perkembangan intelegensi 
Apabila anak kembar satu telur (twins) diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, IQ mereka akan lebih mirip sama di bandingkan dengan apabila mereka diasuhj terpisah oleh lingkungan berbeda. Dengan juga bila dijumlahkan anak berbeda dipelihara bersama dalam lingkungan yang sama. Terdapat korelasi yang cukup bermakna (+0,20) antara IQ mereka. Kesimpulannya adalah, dalam kasus tidak terdapat hubungan genetik, tetapi hasilnya menunjukana bahwa kesemaan IQ adalah kerena kesamaan pengalaman belajar dari lingkungan yang sama.
            Studi penting lainnya dilakukan oleh Garber dan Ware (1970) (Rocman Natawijaya) dan M.Musa, 1992:45) yang berhubungan antara “kualitas lingkungan rumah anak “ dan perkembangan “intelegensi”anak. Hubungan keduanya ditemukan dalam bentuk korelasi sebesar +0,43. Dengan menggunakan instrument Human Enviroment (HER), sebanyak 133 lingkungan rumha dikunjungi. Kesimpulannya adalah tinggi juga IQ anak. Penelitian ini menemukan tiga unsur penting dalam keluarga yang akamat berpengaruh, yaitu :
a.       Jumlah buku,majalah,dan materoi belajar lainnya yang terdapat dalam lingkungan keluarga.
b.      Jumlah ganjaran dan pengakuan  yang diterima anak dan orang tua atas prestasi akademiknya.
c.       Harapan orang tua akan prestasi akademiknya.
d.      Harapan orang tua akan prestasi akademik anaknya.
Disamping itu, variasi dalam stimulasi adalah bagian penting dan lingkungan dan belajhara untuk perkembangan intelegensi anak. Bila pengalaman awal masa kanak-kanak banyak diisi dengan variasi dalam melihat, meraba, dan mendengar, maka perkembangan berikutnya akan ditunjang oleh kemauanan yang selalu menginginkan variasi dalam melihat, mendengar dan meraba. Kapasitas ini menjadi kunci bagi perkembangan kognitif anak. Pengalaman yang dapat  pada awal pertumbuhan menurut Bloom, adalah kunci untuk mencapai perkembangan intelegensi  pengalaman yang lampau terutama dari rumah, merupakan unsur lingkungan yang amat menentukan bagi perkembangan intelektual. Karena itu tampakanya sangat tidak bijaksana bila orang bersikapa deterministik terhadapa keadaan intelegensi. Banyak bukti-bukti yang menunjukkna bahwa tingkahlaku orang juga tingkah laku intelegensi tidak seluruhnya ditentukan ada kemungkinan-kemungkinan untuk dapat dipengaruhi.

5.      Masalah-masalah yang mungkin Muncul dalam perkembangan intelektual.
Perbedaan individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek
Seperti diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang intelegensinya. Intelegensi itu sendiri oleh David Wecher (1958) didefinisikan sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah  dan menguasai lingkungan secara efektif”
Nilai IQ dihasilkan dari pengukuran intelegensia pada anak umur tertentu akan menghasilakan sebaran nilai yang membentuk sebaran normal (normal disribution) dengan rata-rata 100 dan simpangan baku 15.
Sebaran nila IQ tersebut menunjukkan adanya perbedaan individual tentang kemampuan berfikirnya, tiap-tiap orang tidak sama.
Pengukuran IQ seperti yang dilakukjan oleh Wechler dan Bellevue tersebut di atas diarahkan pada satu teori bahwa ada yang dinamakan faktor umum (general faktor) pada intelegensi itu. General faktor inilah yang diukur dengan IQ tersebut. Dengan demikian, orang yang berIQ 120, misalnya akan berpenampilan sama dengan orang-orang yang berIQ 120 juga. Kalau ada perbedaan maka hal itu disebabkna oleh faktor-faktor lain diluar intelegensi, seperti : minat,pengalaman, sikap dan sebagainya.
Spearman menyatakan bahwa di samping faktor umum (general faktor & G-faktor) ada juga faktor khusus (special faktor & S-faktor) di dalam intelegensi sendiri. Faktor khusus inilah yang menyebabkan orang-orang yang berIQ sama. Yang seorang lebih terampil dalam bidang angka-angka sehingga ia menjadi ahli matematika, sedangkan seorang yang lain lebih fasih dalam kemampuan lisan sehingga ia menjadi ahli bahasa (Sarlito,1991;79).
Sarjana lain, seperti Thustone, mengatakan bahwa faktor umum itu tidak ada, yang ada hanya sekolompok faktor khusu yang diberikan nama kemampuan Mental Primer yang terdiri dari 7 faktor yaitu :(i) kemampuan verbal (verbal comprehention), (ii) kemampuan angka-angka (numerical ability), (iii) tilikan keruangan, (iv) kemampuan pengindraan, (v) ingatan, (vi) penalaran dan (vii) kelancaran berbahasa.
Menurut Piagent, intelegensi mempunyai beberapa sifat :
·         Intelegensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan
·         Intelegensi meliputi stuktur organisasi perbuatan dan pikiran, dan interaksi yang bersangkutan antara individu dan lingkungannya.
·         Struktur tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan kualitatif.
·         Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudalh karean proses keseimbangan yang bertambaha luas.
·         Perubahan keualitatif pada lingkungan intelegensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psilogis yang telah dikemukan, menunjukkan bahwa intelegensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama persis kualitas IQ-nya

·         usaha-usaha dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses pembelajaran.
Menurut Poaget sebagian besar anak usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa pada usia ini belajar menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang semakin canggih. Guru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses (discovery approach) dan dengan memberi pendekatan pada penguasaan konsep-konsep dan abstrak-abstrak.
Karena siswa usia remaja ini masih dalam proses penyempuarnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai anggapan bahwa mereka berfikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita hendaknya tetap waspada terhadap dengan cara para siswa mengintropeksi ide-ide mereka dalam kelas, dengan memberikan kesempatan untuk mengadakan diskusi secara baik dan dengan memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
Juga, kita hendaknya mengamati kecendrungan-kencendrungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak terkendali. Agaknya cara yang dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa merekan telah melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu tetapi bila permasalahan-permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam , memang bukan merupakan tugas yang mudah.
Pada usia ini para remaja mendekati efisiensi intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi pengetahuan merekan dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa yang diketahui. Karena banyak hal yang dpat dipelajari hanya melalui pengalaman, para siswa mungkin mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami sepenuhnya emosi-emosi yang dilukiskan dalam novel-novel, drama-drama dan puisi-puisi. Karena itu pada tingkatan ini diperlukan metode diskusi dan informasi untuk menentukan kedalaman pengertian siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretrasio tentang konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskna konsep-konsep tersebut dengan sabar, simptik dan dengan hati terbuka bukan dengan jalan marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan-kesalahan siswa.
Mesikpun rentangan perhatian para siswa dapat sangat lama, masih ada kecendrungan untuk melamun. Kecendrungan berfantasi dan “memimpikan hal-hal yang agung/serba gabus” dapat saja terjadi karena siswa kurang mempunyai pengalaman dalam hal-hal yang nyata/kenyataan hudup dan juga kerena kesempatan untuk mengadakan penjelajahan dalam fantasi terbatas. Guru hendaknya memberikan tugas-tugas yang menantang imajinasi dengan bermacam-macam cara. Guru dapat menyajikan teka-teki yang menarik dan menantang rasa ingin tahu atu problem-problem daripada latihan-latihan yang membosankan. Misalnya guru dapta memberi tugas menulis dengan topik “macan binatang yang saya inginkan jika adalah reinkarnasi,” dari judul “Binatang kesenangan saya”, atau judul : “jenis-jenis pekerjaan yang dinginkan serta faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut” dan sebagainya.
Kebudayaan remaja atau “teen-age culture” perlu di perhatikan. Popularitas sosial mendapat penghargaan yang lebih tinggi daripada study akademis. Kalau begitu bagaimana cara membangkitkan minat remaja terhadap pendidikan intelektual ?.
Motivasi untuk belajar sering diusahakan melalui angka-angka, kenaikan kelas dan ujian-ujian. Hingga dimanakah cara-cara seperti itu mampu memupuk minat yang bekepanjanan terhadap pelajaran? Untuk jangka pendek mudah dibandingkan minat dengan berbagai alat audio visual pada siswa yang sudah biasa menonton saja secara pasif. Yang perlu diusahakan adalah timbulnya minat jangka panjang yang bersifat intriksik. Menimbulkan minat serupa itu di tengah-tengah masyarakat yang menyajikan rangsangan yang lebih menarik bagi siswa seperti tontonan, permainan, dan bentuk rekreasi lain sungguh-sungguh merupakan suatu tantangan. Untuk itu,kita usahakan agar bahan pengajaran itu sendiri mempunyai nilai intriksik, mengandung nilai atau makna bagi remaja. Kita berusaha agar dalam proses belajar mengajar para siswa turut terlibat secara aktif. Untuk itu kesempatan kepada mereka untuk menentukan sendiri. Pendekatan semacam itu kita kenal sebagai pendekatan keterampilan proses atau metode penemuan dari inkuiri.

Daftar pustaka
1.      perkembangan belajar peserta didik: drs. H. isjoni, msi pekanbaru Riau fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas Riau 2004
2.      psikologi pendidikan dengan pendekatan baru : muhibbin syah, M.Ed: PT remaja rosdakarya : bandung 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar