PERKEMBANGAN
KREATIVITAS ANAK SD
I.
Pengertian Kreativitas
Kreativitas
didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang
masing-masing. Barron (Ali & Asrori, 2005) mendefinisikan kreativitas
sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, meskipun tidak mesti
baru sama sekali. Hurlock (1978) menegaskan bahwa kreativitas meupakan gabungan
dari gagasan atau produk lama ke dalam bentuk baru. Rogers (Ali & Asrori,
2005) memandang kreativitas sebagai suatu proses munculnya hasil-hasil baru ke
dalam suatu tindakan. Hasil-hasil baru itu berasal dari sifat-sifat unik
individu yang berinteraksi dengan individu lain. Kreativitas dapat muncul dalam
situasi kebersamaan dan relasi yang bermakna.
II.
Karakteristik Perkembangan Kreativitas Anak
Hurlock (Semiawan, 1999: 96)
menegaskan bahwa ‘Hasil sejumlah studi kreativitas menunjukkan bahwa
perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan. Ada sejumlah
variasi di dalam pola ini. Demikian juga ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap variasi-variasi tersebut, diantaranya: jenis kelamin, status
sosio-ekonomi, posisi urutan kelahiran, ukuran besar anggota keluarga,
lingkungan kota versus desa, dan intelegensi’.
Pertama,
anak-anak lelaki
menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi daripada anak perempuan, terutama di
masa-masa perkembangan. Di sebagian masyarakat, anak lelaki mendapat perlakuan
yang berbeda dari anak perempuan. Anak lelaki mendapat kesempatan yang lebih
banyak daripada anak perempuan untuk hidup mandiri, lebih mendapat kesempatan
untuk menghadapi resiko, mendapatkan kesempatan dari orang tua dan guru untuk
berinisiatif dan menampilkan keasliannya.
Kedua,
anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih
kreatif daripada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama
diduga mendapatkan perlakuan orangtua yang lebih demokratis, sementara kelompok
keduanya lebih banyak mendapat perlakuan otoriter. Kontrol orangtua yang
demokratis dapat memelihara kemampuan kreatif dengan memberikan kesempatan yang
lebih banyak kepada anak untuk mengekspresikan individualitasnya dan mengejar
minat dan aktivitas menurut pilihannya sendiri.
Ketiga,
bahwa anak posisi kelahiran berbeda menunjukkan tingkat kreativitas yang
berbeda. Pernyataan ini memiliki implikasi bahwa lingkungan memiliki kedudukan
yang lebih penting dari pada keturunan. Anak tengah dan anak bungsu
memungkinkan lebih kreatif daripada anak sulung. Anak sulung cenderung mendapat
tekanan yang lebih besar untuk memenuhi harapan orang tua daripada anak
berikutnya. Sehingga mereka lebih dikehendaki sebagai konformis daripada
pencetus ide.
Keempat,
anak-anak dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari
keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar
menuntut sikap yang lebih otoriter guna bisa mengendalikan anak yang banyak
itu. Perlakuan yang otoriter cenderung menghambat perkembangan kreativitas.
Sebaliknya anak dari keluarga kecil cenderung mendapat lebih banyak perlakuan
yang demokratis. Sikap tersebut memungkinkan bisa mendukung terciptanya suasana
dan sikap yang favorable untuk pengembangan kreativitas.
Kelima,
anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak-anak dari
lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang
lebih memberikan stimulasi dalam pengembangan kreativitas. Di kota-kota lebih
banyak tempat-tempat, objek-objek, benda-beda, dan tantangan-tantangan yang
mengundang setiap untuk mengembangkan kemampuan kreatif. Setimulan-setimulan
ini mendaorong dan mendukung peningkatan kreativitas anak-anak kota, pada
kenyataanya mereka akhirnya memiliki kreativitas yang lebih tinggi dari pada
anak desa.
Terakhir,
untuk anak yang seusia, anak-anak yang cerdas menunjukan kemampuan kreatif yang
lebih dari pada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki
ide-ide yang lebih baru ingin mengatasi situasi konflik sosial dan mampu
merumuskan lebih banyak alternatif pemecahan terhadap konflik-konflik itu, juga
beralasan bahwa anak-anak yang cerdas pada akhirnya pantas dipilih sebagai
pemimpin daripada anak-anak seusianya.
Selain dari
pada beberapa faktor yang kontributif bagi variabilitas kreativitas itu dapat
nampak pada usia dini pada anak itu sibuk dalam kegiatan permainan. Secara
berangsur-angsur kreativitas anak dapat dilihat dalam aspek kehidupan, misalnya
dalam kegiatan sekolah, kegiatan rekreasi, dan aktifitas kerjanya.
Karya-karya
kreatif yang produktif umumnya mencapai puncak usia 40, dan setelah itu
cendrung mengalami stagnan dan secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Lehman menegaskan bahwa pencapaian prestasi kreativitas yang dicapai pada usia
lebih awal sangat besar dipengaryhi oleh faktor lingkungan, sebaliknya tidak
ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa penurunan kreativitas itu akibat
dari keterbatasan keturunan.
Bertitik
tolak dari apa yang telah tersebutkan diatas, kiranya faktor eksternal memiliki
sumbangan yang cukup berarti bagi peningkatan dan penurunan kreativitas
individu. Spock (hurlock, 1982) menekkankan betapa pentingnya sikap orang tua
pada usia bagi pengembangan kreativitas anak. Demikian juga halnya sikap guru
baik ditaman kanak-kanak dan SD mempunyai nilai penting bagi perkembangan dan
penurunan pontensi kreativitas anak didik.
III.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan kreativitas
Kreativitas
membutuhkan rangsangan dari lingkungan untuk berkembang secara optimal.
Beberapa ahli mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
kreativitas. Amabile (Munandar, 1999) mengungkapkan sikap orang tua yang secara
langsung mempengaruhi kreativitas anaknya. Beberapa faktor yang menentukan
adalah:
1.
Kebebasan: orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada
anak. Orang tua tidak otoriter, tidak terlalu membatasi kegiatan anak, dan
tidak terlalu cemas mengenai anak mereka.
2.
Respek: orang tua yang menghormati anaknya sebagai individu, percaya
akan kemampuan anak mereka, dan menghargai keunikan anak mereka. Sikap orang
tua seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan diri anak untuk melakukan sesuatu
yang orisinal.
3.
Kedekatan emosi yang sedang: kreativitas akan dapat dihambat dengan
suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa terpisah.
Tetapi, keterikatan emosi yang berlebihan juga tidak menunjang pengembangan
kreativitas karena anak akan bergantung kepada orang lain dalam menentukan
pendapat atau minat. Perasaan disayangi dan diterima tetapi tidak terlalu
tergantung kepada orang tua akan menimbulkan keberanian anak untuk menentukan
pendapatnya.
4.
Prestasi bukan angka: orang tua anak kreatif menghargai prestasi anak, mendorong
anak untuk berusaha sebaik-baiknya, dan menghasilkan karya-karya yang baik.
Tetapi, mereka tidak terlalu menekankan mencapai angka atau nilai tinggi, atau
mencapai peringkat tertinggi.
5.
Orang tua aktif dan mandiri: sikap orang tua terhadap diri sendiri amat
penting karena orang tua merupakan model bagi anak. Orang tua anak yang kreatif
merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak mempedulikan status sosial
dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Mereka juga mempunyai
banyak minat di dalam dan di luar rumah.
6.
Menghargai kreativitas: anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang
tua untuk melakukan hal-hal yang kreatif.
IV.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas menurut Rogers (dalam
Munandar, 1999) adalah:
A. Faktor
internal individu
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat
mempengaruhi kreativitas, diantaranya :
1.
Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari
luar atau dalam individu. Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan
menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidupnya sendiri dengan
menerima apa adanya, tanpa ada usaha defense, tanpa kekakuan terhadap
pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan demikian individu kreatif adalah
individu yang mampu menerima perbedaan
2.
Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam
menilai produk yang dihasilkan ciptaan seseorang ditentukan oleh dirinya
sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu
tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.
3.
Kemampuan untuk bermain dan mengadakan eksplorasi
terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari
hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
B. Faktor
eksternal (Lingkungan)
Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas individu
adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis.
Peran kondisi lingkungan mencakup lingkungan dalam arti kata luas yaitu
masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas jika
kebudayaan itu memberi kesempatan adil bagi pengembangan kreativitas potensial
yang dimiliki anggota masyarakat.
Selain itu
Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan munculnya variasi
kreativitas yang dimiliki individu, yaitu:
1. Jenis kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak
perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar
hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman
sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru
untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.
2. Status sosioekonomi
Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif
dari anak kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi
yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
3. Urutan kelahiran
Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang
berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan. Anak
yang lahir ditengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas
yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih
ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih
mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta.
4. Ukuran keluarga
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif
daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak yang
otoriter dan kondisi sosiekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih
mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.
5. Lingkungan
Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan
pedesaan.
6. Intelegensi
Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar
daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru
untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian
bagi konflik tersebut.
V.
Kendala Dalam Pengembangan Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan faktor penentu keberbakatan di samping tingkat
kecerdasan di atas rata-rata. ‘Namun, Amabile mengatakan bahwa lingkungan yang
menghambat dapat merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan dengan demikian
mematikan kreativitas’ (Munandar, 2004: 223)
Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya,
sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan
atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau
memaksakan aturan-aturan, tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian
secara berlebih. Amabile mengemukakan empat cara yang mematikan kreativitas,
yaitu:
A.
Evaluasi
Rogers
(Munandar, 2004: 223) menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas
konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak
menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga
akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak. Selain itu kritik atau
penilaian sepositif apapun meskipun berupa pujian dapat membuat anak kurang
kreatif, jika pujian itu memusatkan perhatian pada harapan akan dinilai.
B.
Hadiah
Kebanyakan
orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku
tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi
intrinsik dan mematikan kreativitas.
C.
Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi
lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri,
karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa
merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa
yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari
dan sayangnya dapat mematikan kreativitas.
D.
Lingkungan yang Membatasi
Albert
Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan
paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat
menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang
harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat
mengulanginya dengan tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan
menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya utnuk sementara.
A.
Kendala dari Rumah
Tidak jarang
karena keinginan orangtua membantu anak berprestasi sebaik mungkin, meraka
mendorong anak dalam bidang-bidang yang tidak diminati anak. Akibatnya ialah,
meskipun anak berprestasi cukup baik menurut ukuran standar, mencapai nilai
tinggi, mendapat penghargaan, tetapi mereka tidak menyukai kegiatan tersebut
sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang betul-betul kreatif.
Menurut
Amabile (Munandar, 2004: 227) ‘lingkungan keluarga dapat pula menghambat
kreativitas anak dengan tidak menggunakan secara tepat empat “pembunuh
kreativitas” yaitu evaluasi, hadiah, kompetisi, dan pilihan atau lingkungan
yang terbatas’.
B.
Kendala dari Sekolah
1.
Sikap Guru
Dalam suatu
studi, tingkat motivasi intrinsik siswa rendah, jika guru terlalu banyak
mengontrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan lebih banyak otonomi.
2.
Belajar dengan Hafalan Mekanis
Peningkatan
dalam bidang pengetahuan tertentu akan meningkatkan kesempatan untuk menemukan
kombinasi gagasan baru. Namun, mungkin saja bahwa kreativitas menjadi lumpuh
jika pengetahuan dihimpun dengan cara yang keliru.
Salah satu
cara yang salah untuk menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar secara
mekanis, mengahafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antara fakta
tersebut. Pengetahuan seperti itu dapat berguna untuk memperoleh nilai tinggi
pada tes pilihan ganda, tetapi akan kurang berguna untuk menghasilkan karya
kreatif.
3.
Kegagalan
Semua siswa
pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan meraka, tetapi frekuensi
kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan mempunyai dampak nyata
terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas. Kegagalan tidak dapat dihindari
seluruhnya, dan juga tidak perlu dihindari, karena kita dapat belajar dari
kesalahan dan kegagalan. Bedanya ialah dalam cara guru membantu siswa memahami
dan menafsirkan kegagalan.
4.
Tekanan akan Konformitas
Bukan guru
saja yang dapat mematikan krativitas di sekolah. Anak-anak dapat saling
menghambat kreativitas mereka dengan menekankan konformitas. Dampak dari
tekanan teman sebaya nyata jika kita melihat gaya berpakaian sama, dan hiburan
atau kegiatan waktu luang yang disukai. Pada umur sekitar sembilan tahun
tekanan akan konformitas oleh teman sebaya dapat menghambat kreativitas anak.
Penemuan bahwa kreativitas cenderung menurun pada tingkat kelas empat agaknya
berkaitan langsung dengan teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989).
Padahal justru potensi kreatif itu dalam perwujudannya mencerminkan keunkan
seseorang. Seyogianya setiap anak diberi kebebasan untuk “menjadi dirinya”.
5.
“Sistem”
Sekolah
Lebih sering
orang-orang yang sangat kreatif mempunyai kesulitan di sekolah karena menurut
guru “mereka terlalu kreatif’. Bagi anak yang memiliki minat-minat khusus dan
tingkat kreativitas yang tinggi, sekolah bisa sangat membosankan. Salah satu
ciri anak berbakat kreatif ialah merasa bosan dengan tugas-tugas rutin.
Dalam
tulisannya, Boredom, High Ability and Achievement Joan Freeman (1993)
memberikan saran-saran bagaimana mengatasi rasa bosan anak berbakat di sekolah.
Dari penelitiannya ia memperoleh hasil, bahwa kebosanan dapat timbul karena
cara-cara belajar yang tidak tepat. Cara terbaik untuk menghindari menurunnya
minat dan timbulnya kebosanan ialah dengan meningkatkan motivasi intrinsik.
Bagi siswa berbakat pembelajaran harus menantang, dengan memberikan kepada
mereka bahan pelajaran yang lebih majemuk dan merangsang. Mempertimbangkan
minat khusus anak dan gaya belajarnya merupakan cara yang efektif untuk
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Pendekatan yang fleksibel dalam
mengajar penting untuk meningkatkan kompetensi anak.
VI.
Usaha-usaha
dalam Mengembangkan Kreativitas
A.
Usaha-usaha
Guru dalam Mengembangkan Kreativitas
Dalam mengembangkan kreativitas ini guru sangat diharapkan peran yang
aktif untuk memberikan pemahaman pada remaja yang menjadi peserta
didiknya. Usaha-usaha guru adalah:
1.
Membantu anak/peserta didik untuk
memahami latar belakang mereka, pengalaman mereka dan kebiasaan perilaku. Pada
cara ini diizinkan masing-masing pribadi untuk mengembangkan potensi dirinya.
2.
Guru dan orang tua dapat menciptakan
suasana untuk mendorong pemikiran kreatif dengan menghilangkan halangan luar
dari kreativitas. Sensitifitas pada problem ditingkatkan, metode untuk membahas
membebaskan imajinasi dapat dikembangkan dan sarana sistematis untuk
mengevaluasi ide-ide dapat diajarkan pula.
3.
Anak/peserta didik diberi kesempatan
untuk mempraktekkan pemikiran kreatif dalam suasana yang terkendali dan
terkontrol.
4.
Cara-cara mengembangkan imajinasi
anak/peserta didik dengan memberikan masalah-masalah yang dapat meningkatkan
inteligensi remaja untuk membuahkan ide-ide yang baik, kriteria yang berbeda
pada keunikan dan kegunaan.
5.
Guru dan orang tua harus memberikan
cara instruksi yang semantik didalam menerapkan imajinasi yang dapat
menghasilkan pengembangan potensi yang ada pada diri remaja.
B.
Usaha-usaha Orang Tua dalam Mengembangkan
Kreativitas
Torrance (Ali &
Asrori, 2005) menambahkan bahwa ada lima bentuk interaksi orang tua dengan anak
yang dapat mendorong perkembangan kreativitas. Kelimanya ialah:
1.
menghormati pertanyaan-pertanyaan yang
tidak lazim;
2.
menghormati gagasan-gagasan imajinatif;
3.
menunjukkan kepada anak bahwa gagasan
yang dikemukakan anak bernilai;
4.
memberikan kesempatan kepada anak untuk
belajar atas prakarsanya sendiri atau memberikan reward kepada anak
setelah ia menyelesaikan suatu pekerjaan; serta
5.
memberikan kesempatan kepada anak untuk
belajar tanpa suasana penilaian.
Daftar Rujukan
Munandar,
Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Munandar,
Utami. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
Semiawan,
Conny R. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar