PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK SD
I. Pengertian Perkembangan Sosial
Samsu Yusuf (Budiamin
dkk, 2000:132) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan
belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan
orang lain telah dirasakan sejak
usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama
ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan
perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan
kasih sayang. Sueann Robinson Ambron (Budiamin
dkk, 2000:132) menyatakan bahwa sosialisasi itu sebagai
proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari
oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan
manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga
berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas
dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki
oleh manusia.
II. Perilaku
Sosial Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar
memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam
bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:
1.
Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan.
Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau
tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka
anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya
orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju
kearah “independent” (bersikap mandiri).
2.
Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik
secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah
bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang
seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha
mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau
keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas
anak akan semakin memingkat.
3.
Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak
merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert
diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya.
4.
Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain
dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah
pada orang yang digodanya.
5.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi
orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada
usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada
usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan baik.
6.
Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama
dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum
berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya.
Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap
kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan
baik.
7.
Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk
menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan
sebagainya.
8.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam
memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin
selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan
menangis, menjerit atau marah-marah.
9.
Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang
mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati
atau bekerjasama dengan dirinya.
III. Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa perkembangan
sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
A. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan
oleh keluarga.
B. Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk manpu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di
samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik
diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
C. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau
status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang
dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara
tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
D. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga Keluarga
E.
Kematangan
F.
Status Sosial Ekonomi
status sosial keluarganya” itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
G. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang
terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif,
akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan
mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional)
dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
H. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal,
seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh
karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan
pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang
lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah
dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar
untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat
dengan kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih
tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai
anak-anak.
Selain kelima faktor yang telah disebutkan ada
pula faktor lingkungan luar keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah
melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi
sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock
(1978) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak,
yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Pengalaman social awal sangat
menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
Sekolah juga
mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak,
karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan
waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang
harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan
dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Di sekolah, guru
membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada
peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya
diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan
berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta
didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam
lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan
tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang
disiratkan dalam tiap pelajaran.
IV. Pengaruh
Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial
anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud
dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari
hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan
diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau
merahasiakannya.
Pikiran anak sering
dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi
anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
pikirannya.
Disamping itu pengaruh
egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
A.
Cita-cita
dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
B.
Kemampuan
berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm
penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan
penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka
sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa
egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik (Sunarto dan Hartono,
2006:133-135).
V. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Faktor yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak,
menurut Soetarno dalam Shinta (16:http://www.slideshare.net/shinta1304/perkembangan-sosial-anak-usia-sd)
berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial
anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor
dari luar rumah atau luar keluarga. Penjelasan dari dua faktor tersebut adalah:
A. Faktor
Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak.
Diantara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh
terhadap perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan: (a)
Status sosial ekonomi keluarga, (b) Keutuhan keluarga, dan (c) Sikap
dan kebiasaan orang tua.
B.
Faktor Lingkungan Luar Keluarga
Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan
merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak.
Sedangkan menurut Hurlock (1978:44) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak.
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
C.
Faktor teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk
mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam
kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab
tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain.
D. Keragaman
budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi
mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik
selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal
mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi
oleh budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke
arah prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang
negatif.
E.
Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi
prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang
anak dapat mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media
massa dapat merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif.
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting
bagi perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir
anak-anak. Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus
mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan
membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock dalam
Sinolungan)
Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain : (1)
Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut, (2) Peran aktif orang tua, (3)
Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak, (4) Peran aktif anak,
(5) Pendidikan orang tua.
Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan
sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial
yang sehat dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan
dipelihara bersama-sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk
belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian
terhadap lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan
melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam tiap
pelajaran (Sinolungan, 2001:72).
VI. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak SD
Berikut adalah karakteristik perkembangan sosial anak pada usia sekolah
dasar yaitu minat terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi
keikutsertaannya pada aktivitas keluarga. Pengaruh yang timbul pada
keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut ini:
A.
Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain
dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok,
B.
Membantu anak mengembangkan nilai-nilai sosial lain
diluar nilainya, dan
C.
Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan
mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan.
Menurut Hurlock (1978:44) mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam
situasi sosial pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama,
persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati,
ketergantungan, sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan.
Perkembangan sosial yang di alami anak adalah proses penerimaan social.
Berkenan dengan penerimaan sosial Hurlock (1978:46) mengemukakan beberapa
tahapan (stage) dalam penerimaan kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut:
1.
Reward Cost Stage
Pada stage
ini ditandai adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan.
2.
Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilik nilai yang sama, sikap terhadap
aturan, dan sanksi yang diberikan biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3.
An Emphatic Stage
Pada Stage ini di miliknya pengertian, pembagian minat, self disclosure
adanya kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota
keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak Usia Sekolah Dasar
mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial, diantaranya:
A.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk
tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai
dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya,
sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap
dependent menuju kearah independent.
B.
Agresi (Agression)
Yaitu
perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena
tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang
agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
C.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini
terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku
anak lain.
D.
Menggoda (Teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental
terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
E.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. yaitu
persaingan prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain).
F.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap
mau bekerja sama dengan orang lain.
G.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.
H.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
I.
Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap
emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain
mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
VII. Upaya Guru dalam Perkembangan Sosial Anak SD
Seorang
guru harus mengetahui tentang perkembangan sosial anak karena sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku seorang anak.
1.
Guru dapat
menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai dengan sifat-sifat khas yang
ditampilkan anak didiknya itu. Sebagi contoh : anak berumur 6-12 tahun yang
perkembangannya normal menunjukkan tingkah laku produktif tinggi. Pada periode
ini anak ingin berbuat sesuatu yang menunjukkan hasil, memiliki ide yang
banyak, yang ingin ditampilkannya. Oleh karena itu guru hendaknya memberi
kesempatan dan rangsangan agar anak dapat mengembangkan berbagai keterampilan. Guru/calon
guru dapat Guru/calon guru dapat menghadapi anak didiknya secara tepat sesuai
dengan sifat-sifat khas yang ditampilkan anak didiknya itu.
2.
Guru dapat memilih dan menentukan tujuan materi dan
strategi belajar yang sesuai dengan tingkat kemampuan intelektual anak didik.
Siswa sekolah dasar khususnya kelas rendah, sedang dalam tahap berfikir konkrit
permulaan. Oleh karena itu tujuan belajar hendaknya yang sederhana dan dalam
bentuk tingkah laku yang jelas. Demikian pula materi belajar hendaknya terkait
dengan pengalaman anak yang ada disekitarnya. Contoh : Anak dalam belajar
membaca, maka materi belajar hendaknya terdiri dari kata-kata yang pernah
dialami atau dipahami anak melalui pengalaman lingkungannya.
3.
Guru dapat
menghadapi anak dengan benar dalam bentuk tingkah laku yang benar. Guru yang
mempelajari psikologi perkembangan menyadari bahwa anak yang dihadapinya adalah
sedang dalam proses perkembangan. Contoh : Wajarlah anak melakukan kesalahan
dalam tingkah laku, karena kekurang tahuan
dan kekurang mampuannya.
4.
Guru dapat terhindar dari pemahaman yang salah
tentang anak, khususnya mengenai keragaman proses perkembangan anak
mempengaruhi kemampuannya dalam belajar. Ada anak yang cepat dan ada anak yang
lambat perkembangan kemampuannya. Sebagai contoh : memperlakukan anak di dalam
kelas tidaklah sama, karena pada prinsipnya akan kita
jumpai paling tidak tiga kelompok anak taraf kemampuan yang berbeda yaitu anak
yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Rujukan Buku :
Hurlock, Elizabeth
B., Alih Bahasa : Med Meitasari
T dan Muslichah Z., 2000. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta
: Erlangga.
Adibazha. 2011. Perkembangan
Sosial Anak Usia SD/MI. [online]. Tersedia : http://adibazhamutiara.blogspot.com/2011/03/perkembangan-sosial-anak-usia-sdmi.html
[21 Septemeber 2013]
Budiamin, Amin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Sunarto dan Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar