PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
I.
Perkembangan
Bahasa
Menurut Piaget dan
Vygotsky (dalam Tarigan, 1988), tahap-tahap perkembangan bahasa anak adalah
sebagai berikut:
A. Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama (0.0 -0.5)
Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal
kehidupan, bayi-bayi menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa.
Bunyi-bunyian seperti itu dapat ditemui dalam segala bahasa di dunia. Tahap
meraban pertama ini dialami oleh anak berusia 0-5 bulan. Berikut adalah rincian
tahapan perkembangan anak usia 0-6 bulan berdasarkan hasil penelitian beberapa
ahli yang dikutip oleh Clark(1977). Selain itu juga akan diungkap keterlibatan
orang tua pada tahap ini:
1.
0-2 minggu: anak
sudah dapat menghadapkan muka ke arah suara. Meraka sudah dapat membedakan
suara manusia dengan suara lainnya, seperti bel, bunyi gemerutuk, dan peluit.
Mereka akan berhenti menangis jika mendengar orang berbicara.
2.
1-2 bulan: mereka
dapat membedakan suku kata , seperti (bu) dan (pa), mereka bisa merespon secara
berbeda terhadap kualitas emosional suara manusia. Misalnya suara marah membuat
dia menangis, sedangkan suara yang ramah membuat dia tersenyum dan mendekat
(seperti suara merpati).
3.
3-4 bulan mereka
sudah dapat membedakan suara laki-laki dan perempuan. 6 bulan: mereka mulai
memperhatikan intonasi dan ritme dalam ucapan. Pada tahap ini mereka mulai
meraban (mengoceh) dengan suara melodis.
Pada tahap meraban pertama ini, biasanya orang tua mulai memperkenalkan
dan memperlihatkan segala sesuatu kepada bayinya, contoh,” Nani sayang, Nani
cantik”.Maksudnya Si ibu mengenalkan nama si bayi, biasanya dilakukan
berulangulang dengan berbagai cara. Misal, “Lihat! Ayah datang!”, Si Ibu
mengarahkan wajah anak kepada ayahnya. Ia ingin mengenalkan konsep ayah kepada
anaknya.
B. Tahap Meraban Kedua
Pada
tahap ini anak mulai aktif artinya tidak sepasif sewaktu ia berada pada tahap
meraban pertama. Secara fisik ia sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti memegang
dan mengangkat benda atau menunjuk. Berkomunikasi dengan mereka mulai
mengasyikan karena mereka mulai aktif memulai komunikasi, kita lihat apa saja
yang dapat mereka lakukan pada tahap ini.
1.
5-6 bulan. Dari
segi komprehensi kemampuan bahasa anak semakin baik dan luas, anak semakin
mengerti beberapa makna kata, misal: nama (diri sendiri atau panggilan ayah dan
ibunya), larangan, perintah dan ajakan ( misal permainan “ciluk baa”). Hal ini
menunjukkan bahwa bayi sudah dapat memahami ujaran orang dewasa. Di samping itu
bayi mulai dapat melakukan gerakan-gerakan seperti mengangkat benda dan secara
spontan memperlihatkannya kepada orang lain (Clark:1997).
2.
7-8 bulan. Jika
tadi kita membicarakan tahap perkembangan bahasa anak umur sekitar 5-6 bulan
yang memiliki keterampilan mengoceh dan kombinasi gerakan-gerakan mengangkat
benda untuk menarik perhatian orang dewasa, pada masa itu bayi belum mengikuti
aturan-aturan bahasa yang berlaku. Sekarang kita akan melihat kemajuan anak
sebulan kemudian yaitu usia sekitar 7-8 bulan. Pada tahap ini orang tua sudah
bisa mengenalkan hal hal baru bagi anaknya, artinya anak sudah bisa mengenal
bunyi kata untuk obyek yang sering diajarkan dan dikenalkan oleh orang tuanya
secara berulang-ulang. Orang dewasa biasanya mulai menggunakan gerakan-gerakan
isyarat seperti menunjuk. Gerakan ini dilakukan untuk menarik perhatian anak,
karena si Ibu ingin menunjukkan sesuatu dan menawarkan sesuatu yang baru dan
menarik (Clark,1997).
3.
8 bulan s/d 1 tahun. Setelah anak
melewati periode mengoceh, anak mulai mencoba mengucapkan segmen-segmen fonetik
berupa berupa suku kata kemudian baru berupa kata. Misal:bunyi “ bu” kemudian
“bubu” dan terakhir baru dapat mengucapkan kata “ibu”. Contoh lain: “pa”,
“empah” baru kemudian anak dapat memanggil ayahnya “papa”atau “bapak”. Pada
tahap ini anak sudah dapat berinisiatif memulai komunikasi. Ia selalu menarik
perhatian orang dewasa, selain mengoceh ia pun pandai menggunakan bahasa
isyarat. Misalnya dengan cara menunjuk atau meraih benda-benda. Gerakan-
gerakan isyarat tersebut (Clark, 1977) mimiliki dua fungsi yaitu untuk
mengkomunikasikan sesuatu dan meminta sesuatu atau minta penjelasan, contohnya
ketika si anak meraih benda: tujuannya adalah, ia meminta sesuatu atau meminta
penjelasan . si anak akan merasa puas jika orang dewasa melihat ke arah benda
yang menarik perhatiannya. Pada tahap ini pun peran orang tua masih sangat
besar dalam pemerolehan bahasa pertama anak. Orang tua harus lebih aktif
merespon ocehan dan gerakan isyarat anak. Karena kalau orang tua tidak memahami
apa yang dimaksud anak, anak akan kecewa dan untuk masa berikutnya anak akan
pasif dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
C. Tahap Linguistik
Jika
pada tahap pralinguistik pemerolehan bahasa anak belum menyerupai bahasa orang
dewasa maka pada tahap ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa yang menyerupai
ujaran orang dewasa. Para ahli psikolinguistik membagi tahap ini ke dalam lima
tahapan, yaitu:
1. Tahap I, tahap holofrastik (tahap linguistik pertama).
Sejalan
dengan perkembangan biologisnya, perkembangan kebahasaan anak mulai meningkat.
Pada usia 1-2 tahun masukan kebahasaan berupa pengetahuan anak tentang
kehidupan di sekitarnya semakin banyak, misal: nama-nama keluarga, binatang, mainan,
makanan, kendaraan, perabot rumah tangga, jenis-jenis pekerjaan dsb. Faktor-faktor masukan inilah yang memungkinkan anak memperoleh
semantik (makna kata) dan kemudian secara bertahap dapat mengucapkannya. Tahap
ini adalah tahap dimana anak sudah mulai mengucapkan satu kata. Menurut Tarigan
(2000).
Ucapan-ucapan satu kata pada periode ini disebut holofrase/holofrastik karena
anak-anak menyatakan makna keseluruhan frase atau kalimat dalam satu kata yang
diucapkannya itu. Contohnya: kata “asi “ (maksudnya nasi ) dapat berarti dia
ingin makan nasi, dia sudah makan nasi,nasi ini tidak enak atau apakah ibu mau
makan nasi? dsb.
2.
Tahap Linguistik II: Kalimat
Dua Kata
Seperti
telah dijelaskan di atas, anak-anak telah memahami terlebih dahulu kalimat-kalimat
sebelum dia dapat mengucapkan satu kata. Jadi pemahaman lebih dahulu
daripada produksi bahasa. Tahap linguistik kedua ini biasanya mulai menjelang
hari ulang tahun kedua. Kanak-kanak memasuki tahap ini dengan pertama
sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat (Tarigan, 2000). Misal:mama masak, adik minum, papa pigi (ayah pergi,
baju kakak dsb. Ucapan-ucapan ini pun, mula-mula tidak jelas seperti”di
“ maksudnya adik, kemudian anak berhenti sejenak, lalu melanjutkan
“num”maksudnya minum. Maka berikutnya muncul kalimat, “adik minum”.
3.
Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa
Tahap
ini dimulai sekitar usia anak 2,6 tahun, tetapi ada juga sebagian anak yang
memasuki tahap ini ketika memasuki usia 2,0 tahun, bahkan ada juga anak yang lambat
yaitu ketika anak berumur 3,0 tahun. Pada umumnya pada tahap ini, anak-anak telah
mulai menggunakan elemen-elemen tata bahasa yang lebih rumit, seperti: polapola
kalimat sederhana, kata-kata tugas (di,ke,dari, ini, itu dsb.), penjamakan, pengimbuhan,
terutama awalan dan akhiran yang mudah dan bentuknya sederhana (Hartati, 2000).
Menurut Marat (1983) ada beberapa keterampilan mencolok yang dikuasai anak pada
tahap ini:
a. Pada akhir periode ini secara garis besar anak telah
menguasai bahasa ibunya, artinya kaidah-kaidah tata bahasa yang utama dari orang
dewasa telah dikuasai.
b. Perbendaharaan kata berkembang, beberapa pengertian
abstrak seperti: pengertian waktu, ruang, dan jumlah yang diinginkan mulai
muncul.
c.
Mereka mulai dapat
membedakan kata kerja (contoh: minum, makan, masak, pergi, pulang, mandi), dan
kata-kata benda (buku, baju, gelas, nasi, susu) dan sudah dapat mempergunakan
kata depan, (di,ke,dari), kata ganti ( aku, saya) dan kata kerja bantu (tidak,
bukan, mau,sudah dsb.).
d.
Fungsi bahasa untuk
berkomunikasi betul-betul mulai berfungsi; anak sudah dapat mengadakan
konversasi (percakapan) dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang dewasa.
e. Persepsi anak dan pengalamannya tentang duania luar mulai
ingin dibaginya dengan orang lain, dengan cara memberikan kritik, bertanya,
menyuruh, memberi tahu, dan lain-lain.
f. Tumbuhnya kreativitas anak dalam pembentukan kata-kata
baru. Gejala ini merupakan cara anak untuk mempelajari perkataan baru dengan
cara bermain-main. Hal ini terjadi karena memang daya fantasi anak pada tahap ini
sedang pesat berkembang.
4.
Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Menjelang Dewasa/Pradewasa
Tahap perkembangan bahasa anak yan cepat ini biasanya
dialami oleh anak yang sudah berumur antara 4-5 tahun. Pada tahap ini anak-anak
sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa dan kalimat-kalimat yang agak lebih
rumit. Misal, kalimat majemuk sederhana seperti di bawah ini:
- mau nonton sambil makan keripik
- aku di sini, kakak di sana
- ani lihat kakek dan nenek di jalan
- ayo nyanyi dan nari,
Dari
contoh kalimat-kalimat di atas, tampak anak sudah “terampil” bercakap-cakap. Kemampuan menghasilkan kalimat-kalimatnya sudah
beragam, ada kalimat pernyataan/kalimat berita, kalimat perintah dan kalimat
tanya. Kemunculan kalimat-kalimat rumit di atas menandakan adanya peningkatan
kemampuan kebahasaan anak.
5.
Tahap Linguistik V: Kompetensi penuh
Sekitar
usia 5-7 tahun, anak-anak mulai memasuki tahap yang disebut sebagai kompetensi
penuh. Sejak usia 5 tahun pada umumnya anak-anak yang perkembangannya normal
telah menguasai elemen-elemen sintaksis bahasa ibunya dan telah memiliki
kompetensi (pemahaman dan produktivitas bahasa) secara memadai. Walau demikian,
perbendaharaan katanya masih terbatas tetapi terus berkembang/bertambah dengan
kecepatan yang mengagumkan. Berikutnya anak memasuki usia sekolah dasar. Selama
periode ini, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis.
Hal ini dimungkinkan setelah anak-anak menguasai bahasa lisan. Perkembangan
bahasa anak pada periode usia sekolah dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke
bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang dengan adanya
pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition. Bahasa yang
diperoleh dalam hal ini adalah bahasa yang ditulis oleh penutur bahasa
tersebut, dalam hal ini guru atau penulis.
II. Perkembangan
Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Semantik, dan Pragmatik.
Seiring
dengan perkembangan bahasa sebagaimana yang telah diuraikan, berkembang pula penguasaan
anak-anak atas sistem bahasa yang dipelajarinya. Sistem bahasa itu terdiri atas
subsistem, yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
1)
Perkembangan Fonologis
Sebelum
masuk SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa, tetapi masih ada
beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat. Menurut Woolfolk (2000)
sekitar 10% anak umur 8 tahun masih mempunyai masalah dengan bunyi s, z, v. Hasil
penelitian Budiasih dan Zuhdi (2007) menunjukkan bahwa anak kelas dua dan tiga
melakukan kesalahan pengucapan f, sy, dan ks diucapkan p, s, k.
Terkait dengan itu, Tompkins (2005) juga menyatakan bahwa ada sejumlah bunyi bahasa
yang belum diperoleh anak sampai menginjak usia kelas awal SD, khususnya bunyi
tengah dan akhir, misalnya v, zh, sh,ch. Bahkan pada umur 7 atau 8 tahun
anak masih membuat bunyi pengganti pada bunyi konsonan kluster. Kaitannya
dengan anak SD di Indonesia diduga pun mengalami kesulitan dalam pengucapan r,
z, v, f, kh, sh, sy, x, dan bunyi kluster misalnya str, pr,pada kata
struktur dan pragmatik. Di samping itu, anak SD bahkan orang
dewasa kadangkala ada yang kesulitan mengucapkan bunyi kluster pada kata: kompleks,
administrasi diucapkan komplek dan adminitrasi. Agar hal
itu tidak terjadi, sejak di SD anak perlu dilatih mengucapkan kata-kata
tersebut.
2)
Perkembangan Morfologis
Afiksasi
bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal ini terjadi
karena satu kata dapat berubah makna akibat dari proses afiksasinya (prefiks,
sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat berubah
menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan,
kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst. Zuhdi dan Budiasih (2007)
menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan. Hal
ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk dan
makna morfem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini dimulai pada
periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa adolesen. Berdasarkan
kerumitan afiksasi tersebut, perkembangan morfologis atau kemampuan menggunakan
morfem/afiks anak SD dapat diduga sebagai berikut.:
a)
Anak kelas awal SD telah dapat mengunakan kata berprefiks dan bersufiks seperti
melempar dan makanan.
b)
Anak kelas menengah SD telah dapat mengunakan kata berimbuhan simulfiks/konfiks
sederhana seperti menjauhi, disatukan.
c)
Anak kelas atas SD telah dapat menggunakan kata berimbuhan konfiks yang sudah
kompleks misalnya diperdengarkan dan memberlakukan dalam bahasa
lisan atau tulisan.
3)
Perkembangan Sintaksis
Brown
dan Harlon (dalam Nurhadi dan Roekhan, 2000) berkesimpulan bahwa kalimat awal
anak adalah kalimat sederhana, aktif, afirmatif, dan berorientasi berita.
Setelah itu, anak baru menguasai kalimat tanya, dan ingkar. Berikutnya kalimat
anak mulai diwarnai dengan kalimat elips, baik pada kalimat berita, tanya, maupun
ingkar. Menurut hasil pengamatan Brown dan Bellugi terhadap percakapan anak,
memberi kesimpulan bahwa ada tiga macam cara yang biasa ditempuh dalam
mengembangkan kalimat, yai tu: pengembangan, pengurangan, dan peniruan.
Kedua peneliti ini sepakat bahwa peniruan merupakan cara pertama yang
ditempuh anak, meskipun peniruan yang dilakukan terbatas pada prinsip kalimat
yang paling pokok yaitu urutan kata. Cara yang kedua yang ditempuh anak untuk
mengembangkan kalimat mereka adalah pengulangan dan pengembangan. Anak
mengulang bagian kalimat yang memperoleh tekanan, yaitu bagian kalimat
kontentif, atau bagian kalimat yang berisi pesan pokok, sedangkan bagian lain
dihilangkan secara sistematis. Oleh karena itu, bahasa anak disebut dengan
istilah tuturan telegrafis, karena mengandung pengurangan bagian kalimat secara
sistematis. Dilihat dari segi frase, menurut Budiasih dan Zuchdi (2007) bahwa
frase verba lebih sulit dikuasai oleh anak SD dibanding dengan frase nomina dan
frase lainnya. Kesulitan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan bentuk kata
kerja yang menyatakan arti berbeda. Misalnya ditulis, menuliskan, ditulisi,
dan seterusnya.
Dari
segi pola kalimat lengkap, anak kelas awal cenderung menggunakan struktur sederhana
bila berbicara. Mereka sudah mampu memahami bentuk yang lengkap namun belum
dapat memahamai bentuk kompleks seperti kalimat pasif (Wood dalam Crown, 2002).Menurut
Emingran siswa kelas atas SD menggunakan struktur yang lebih kompleks dalam
menulis daripada dalam berbicara (Tompkins, 2009). Pada umumnya anak SD
mengenal bentuk pasif daripada preposisi “oleh” misalnya “Buku itu
dibeli oleh Ali.” Dengan demikian, kalimat pasif yang tidak disertai kata oleh,
mereka menganggapnya bukan kalimat pasif, misalnya “Saya melempar mangga (kalimat
aktif) menjadi “Mangga saya lempar (kalimat pasif) bukan “Mangga
dilempar oleh saya.” (Salah). Anak biasanya menggunakan kalimat pasif yang
subjeknya dari kata ganti/tak dapat dibalik dan kalimat pasif yang subjeknya
bukan kata ganti/dapat dibalik secara seimbang. Namun, anak sering mengalami
kesulitan dalam membuat kalimat dan menafsirkan makna kalimat pasif yang dapat
dibalik (subjeknya bukan kata ganti). Menjelang umur 8 tahun mereka mulai lebih
banyak menggunakan kalimat pasif yang tidak dapat dibalik (subjeknya kata ganti).
Pada umur 9 tahun, anak mulai banyak menggunakan bentuk pasif yang subjeknya
dari kata ganti. Pada umur 11-13 tahun mereka banyak menggunakan kalimat yang
subjeknya dari kata ganti. Penggunaan kata penghubung juga meningkat pada usia
SD. Anak di bawah umur 11 tahun sering menggunakan kata “dan” pada awal
kalimat. Pada umur 11- 14 tahun, penggunaan “dan” pada awal kalimat
mulai jarang muncul. Anak sering mengalami kesulitan penggunaan kata penghubung
“karena”: dalam kalimat, seperti Saya menghadiri pertemuan itu karena
diundang Anak SD bingung membedakan kata hubung karena, dan, lalu dilihat
dari segi urutan waktu kejadiannya. Susunan yang benar yakni, diundang dahulu
baru pergi ke pertemuan. Oleh karena itu kadangkala ada anak TK yang mengucapkan
“Saya sakit karena saya tidak masuk sekolah” padahal maksudnya “Saya
tidak masuk sekolah karena sakit.”. Pemahaman kata penghubung “karena“
barumulai berkembang pada umur 7 tahun. Pemahaman yang benar dan konsisten baru
terjadi pada umur sekitar 10-11 tahun (Budiasih dan Zuchdi, 2007).
4)
Perkembangan Semantik
Selama
periode usia sekolah dan dewasa, ada dua jenis penambahan makna kata. Secara horisontal,
anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan nuansa
makna yang agak berbeda secara tepat. Penambahan vertikal berupa penambahan
jumlah kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat (Owens dalam
Budiasih dan Zuchdi, 2007). Menurut Lindfors, perkembangan semantik berlangsung
dengan sangat pesat di SD. Kosa kata anak bertambah sekitar 3000 kata per tahun
(Tompkins,2009). Merujuk apa yang tercantum dalam Kurikulum yang berlaku saat
ini, perbendaharaan kata siswa SD diharapkan lebih kurang 6000 kata. Pendapat
yang relatif mendekati harapan Kurikulum adalah hasil temuan penelitian Slegers
bahwa rata-rata anak masuk kelas awal dengan pengetahuan makna sekitar 2500
kata dan meningkat rata-rata 1000 kata per tahun di kelas awal dan menengah SD
dan 2000 kata di kelas atas, sehingga perbendaharaan kosa kata siswa berjumlah
8500 di kelas VI (Harris dan Sipay, 2000). Kemampuan anak kelas rendah SD dalam
mendefinisikan kata meningkat dengan dua cara. Pertama, secara
konseptual, yakni dari definisi berdasar pengalaman individu ke makna yang
bersifat sosial atau makna yang dibentuk bersama. Kedua, anak bergerak
secara sintaksis dari definisi kata-kata lepas ke kalimat yang menyatakan hubungan
kompleks (Owens, 2002) Pengetahuan kosakata mempunyai hubungan dengan kemampuan
kebahasan secara umum. Anak yang menguasai banyak kosa lebih mudah memahami
wacana dengan baik. Selama priode usia SD, anak menjadi semakin baik dalam
menemukan makna kata berdasarkan konteksnya. Anak usia 5 tahun mendefinisikan
kata secara sempit sedang anak berumur 11 tahun membentuk definisi dengan
menggabungkan makna-makna yang telah diketahuinya. Dengan demikian, definisinya
menjadi lebih luas, misalnya kucing ialah binatang yang biasa dipelihara di
rumah-rumah penduduk. Menurut Budiasih dan Zuchdi (2007), anak usia SD sudah
mampu mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara
kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara literal
atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional. Yang termasuk bahasa
figuratif adalah (a) ungkapan misalnya kepala dingin, (b) metafora,
misalnya “Suaranya membelah bumi”., (c) kiasan, misalnya “Wajahnya
seperti bulan purnama.”, (d) pribahasa, misalnya “Menepuk air di dulang,
terpecik muka sendiri.”
5)
Perkembangan Pragmatik
Perkembangan
pragmatik atau penggunaan bahasa merupakan hal paling penting disbanding perkembangan
aspek bahasa lainnya pada usia SD. Hal ini pada usia prasekolah anak belum
dilatih menggunakan bahasa secara akurat, sistematis, dan menarik. Berbicara
tentang pragmatik ada 7 faktor penentu yang perlu dipahami anak (1) kepada
siapa berbicara (2) untuk tujuan apa, (3) dalam konteks apa, (4) dalam situasi
apa, (5) dengan jalur apa, (6) melalui media apa, (7) dalam peristiwa apa
(Tarigan, 1990). Ke-7 faktor penentu komunikasi tersebut berkaitan erat dengan
fungsi (penggunaan) bahasa yang dikemukakan oleh M.A.K Halliday: instrumental,
regulator, interaksional, personal, imajinatif, heuristik, dan informatif.
Pinnel (2005) dalam penelitiannya tentang penggunaan fungsi bahasa di SD kelas
awal menemukan bahwa umumnya anak menggunakan fungsi interaksional (untuk
bekomunikasi) dan jarang menggunakan fungsi heuristic (mengunakan bahasa untuk
mencari ilmu pengetahuan saat belajar dan berbicara dalam kelompok kecil). Dilihat
dari segi perkembangan kemampuan bercerita, anak umur 6 tahun sudah dapat
bercerita secara sederhana tentang sesuatu yang mereka lihat. Kemampuan ini
selanjutnya berkembang secara teratur dan sedikitdemi sedikit. Mereka belajar
menghubungkan kejadian, tetapi bukan yang mengandung hubungan sebab akibat. Kata
penghubung yang digunakan: dan, kemudian. Pada usia 7 tahun anak mulai
dapat membuat cerita yang agak padu. Mereka sudah mulai mengemukakan masalah,
rencana mengatasi masalah dan penyelesaian masalah tersebut meskipun belum
jelas siapa yang melakukannya. Pada umur 8 tahun anak menggunakan penanda awal
dan akhir cerita, misalnya “Akhirnya mereka hidup rukun”. Kemampuan
membuat alur cerita yang agak jelas baru mulai diperoleh anak pada usia lebih
dari delapan tahun. Pada umur tersebut barulah mereka dapat mengemukakan pelaku
yang mengatasi masalah dalam cerita. Anak-anak mulai dapat menarik perhatian pendengar
atau pembaca cerita yang mereka buat. Struktur cerita mereka semakin menjadi
jelas.
III.
Teori
Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian
yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari
pandangan, atau teori psikologi yang dianut. Dalam hal ini ada tiga teori
tentang perkembangan bahasa pada anak, yaitu:
1. Pandangan
Nativisme
Aliran
ini berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak-anak
(manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis
telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh
dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian
biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam.” Pendapat
teori ini, bahasa terlalu kompleks untuk dapat dikuasai dalam waktu yang
singkat, sehingga pasti ada beberapa aspek yang sudah ada pada manusia secara
alamiah. Chomsky bahkan berendapat bahwa bahasa tak hanya kompleks, tapi penuh
kesalahan atau penyimpangan. Bahasa hanya dapat dikuasai manusia, dan tidak
dapat dikuasai oleh binatang. Masih menurut Chomsky, anak dilahirkan dengan
bekal Language Acquisition Device (LAD).
2. Pandangan
Behaviorisme
Kelompok
ini menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar
diri si anak, yaitu oleh ransangan yang diberikan melalui lingkungan. Bahasa
dipahami oleh kelompok ini sebagai perilaku verbal, agar tampak lebih mirip
dengan perilaku lain yang harus dipelajari. Menurut pandangan ini, tidak ada
peran aktif si anak dalam pemerolehan bahasa. Proses perkembangan bahasa
terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya.
Ransangan / stimulus lah yang akan memperkuat kemampuan berbahasa anak.
3. Pandangan
Kognitivisme
Jean
Piaget menyatakan bahwa urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan
perkembangan bahasa. Menurutnya perkembangan bahasa pada anak dapat dilihat
dari perkembangan intelektualnya. Tahap perkembangan dari lahir hingga usia 18
bulan disebut Pieget sebagai tahap “sensosi motor”. Pada tahap ini belum ada
bahasa, karena anak belum menggunakan lambang-lambang untuk menunjuk pada benda-benda
di sekitarnya. Anak hanya memahami melalui indranya (sensory), dan gerak kegiatan
yang dilakukannya (motor).
IV.
Gangguan Perkembangan Bahasa pada
Anak
Gangguan
bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak yang
sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu
keterlambatan bicara. Gangguan ini tampaknya semakin hari dilaporkan
meningkat. Beberapa laporan menyebutkan
angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5-10 persen pada anak sekolah.
Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara dan harus berkonsultasi dengan
ahli, bila sampai usia 12 bulan sama sekali belum mengeluarkan ocehan atau
babbling, sampai usia 18 bulan belum keluar kata pertama yang cukup jelas,
padahal sudah dirangsang dengan berbagai cara, terlihat kesulitan mengatakan
beberapa kata konsonan, seperti tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan,
serta terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu, misalnya sampai
ngiler atau raut muka berubah. Penyebab
keterlambatan bicara sangat luas dan banyak. Ada yang ringan sampai yang berat,
mulai yang bisa membaik hingga yang sulit dikoreksi. Yang pasti, semakin dini
mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan
gangguan tersebut. Ada beberapa gangguan yang perlu diperhatikan
orangtua:
1. Disfasia. Gangguan perkembangan bahasa yang
tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Ditengarai gangguan
ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat bicara yang ada di otak.
Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan kata spontan
yang bermakna, misalnya mama atau papa. Kemampuan bicara reseptif (menangkap
pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif
(menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama
dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau
menyedot susu dari botol.
2. Gangguan disintegratif pada
kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD) Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh
dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan kemampuan yang telah
dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun pertama
seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun kemampuan itu
terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan
bahasa, sosial, dan motorik.
3. Sindrom Asperger. Gejala khas yang timbul adalah
gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan
perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai
gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan
beberapa komunikasi nonverval (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan),
tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan
emosional.
4. Gangguan multisystem development
disorder (MSDD).
MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan
proses sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas
adalah reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara,
aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indra lainnya. Sulit berpartisipasi
dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi
dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam
interaksinya.
assalamualaikum, makalahnya sangat membantu, boleh minta daftar pustakanya? aku butuh daftar pustakanya. please send ke email aku di nourmarianadewi@gmail.com
BalasHapusmenarik, kebetulan saya sedang mencari buku-buku referensi mengenai perkembangan bahasa anak khususnya pada usia sekolah dasar. jika tidak keberatan saya ingin mengetahui daftar pustakanya. ini email saya zeninocta@gmail.com. terima kasih.
BalasHapusWaah benar-benar sangat membantu,, terima kasih Postingannya :)
BalasHapus